Jumat, 23 Desember 2011

Hilang 7 Tahun, Bocah Tsunami Jadi Pengemis

7 tahun hilang bersama tsunami, Wati kini kembali pulang. Inilah kisah si bocah tsunami.


Meri Yulanda alias Wati, bocah yang menghilang tujuh tahun silam saat tsunami menghantam desanya di Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh, ternyata dijadikan pengemis setelah dipingit oleh seorang janda di Banda Aceh.
Wati yang sekarang telah berusia 14 tahun, mendadak muncul kembali di desanya. Wati mengaku, selama dijadikan pengemis di Banda Aceh, ia sering disiksa oleh ibu asuhnya. Wati pun kini pulang ke Ujong Baroh dalam kondisi pinggang terkilir dan rambut gundul.

Kakek Wati, Ibrahim Nur (60 tahun) menyatakan bahwa cucunya mengalami penyiksaan dari seorang janda yang mengasuhnya di Kajhu, Aceh Besar. Dia  dipaksa mengemis di jalan-jalan protokol di Banda Aceh. Menurut Ibrahim, Wati bahkan dipaksa mengemis hingga larut malam.

“Kalau tidak mendapat uang, dipukul,” kata Ibrahim kepada VIVAnews, Jumat 23 Desember 2011. Ia lalu mengenang, saat tsunami terjadi, Wati masih berusia 7 tahun. Ia bersama kakaknya, Yulisa (13 tahun) diselamat oleh ayah mereka, dan ditempatkan di atas sebuah rumah toko.

“Ayah mereka meninggalkan keduanya untuk menyelamatkan salah seorang tetangga yang hanyut dibawa gelombang. Tapi saat  ayah mereka kembali, Meri (Wati) dan Yulisa telah hilang,” ujar Ibrahim.

Ia melanjutkan, baru diketahuinya kemudian jika Wati ternyata selamat dari gelombang tsunami dan sempat terkatung-katung berhari-hari di Kota Meulaboh. Di Terminal Meulaboh, tutur Ibrahim, Wati lalu bertemu seorang wanita yang membujuknya untuk ikut ke Banda Aceh.

Ibrahim menyatakan, pihak keluarga sudah mencari Wati dan Yulisa hampir ke seluruh wilayah Aceh Barat dan Banda Aceh pada masa tanggap darurat. Upaya pencarian itu, kata Ibrahim, tak membuahkan hasil sehingga kedua kaka-adik itu diyakini hilang.

Wati akhirnya kembali pulang ke pangkuan keluarganya, karena menurut Ibrahim, janda yang mengasuhnya tak sanggup lagi mengurus Wati. Sang janda rupanya merasa merugi karena Wati kerap pulang tanpa membawa uang hasil mengemis.

Ibrahim menuturkan, Wati mengaku tak tahan lagi disiksa dan dipaksa mengemis. Ibu asuhnya lantas mengantar Wati ke Terminal Batoh Banda Aceh, sambil memberikan alamat kedua orang tuanya. Si ibu asuh rupanya mengenal orang tua kandung Wati, karena kakek Wati, Ibrahim, termasuk tokoh ternama di kampungnya.

Sesampai di Terminal Meulaboh, papar Ibrahim, Wati kemudian berjalan kaki tanpa tahu tujuan pasti. Seorang tukang becak kemudian membantunya mencari alamat orang tuanya, sambil mengantar Wati kembali ke rumah, pada Rabu 21 Desember 2011 lalu.

“Meri (Wati) diantar ke rumah kepala desa, dan setelah diberitahu identitas orang tua Meri, saya dipanggil untuk menjemputnya,” jelas Ibrahim.

Ibu kandung Wati, Yusnidar, yakin seratus persen bahwa Wati adalah anaknya. Keyakinannya itu berdasarkan tanda lahir Wati berupa bercak hitam di pinggul, leher, serta tahi lalat di pelipis kanan. “Yusnidar kan ibunya, tentu punya pandangan sendiri. Kalau saya masih perlu mencari tahu lagi,” kata Ibrahim.

Kini, untuk memperingati kembalinya Meri alias Wati, sekaligus untuk memperingati tujuh tahun tsunami, pihak keluarga akan menggelar syukuran selama dua hari berturut-turut, dimulai sejak Minggu 25 Desember 2011 ini. Pihak keluarga berdoa, semoga kembalinya Wati membuat kakak Wati, Yulisa, turut kembali.



• VIVAnews

Artikel Terkait: