Jumat, 01 Februari 2013

Apa yang dikenang manusia sedunia dalam bulan Agustus 1883?

KRAKATAU

Ane gak akan cerita banyak tentang Krakatau, semua sudah tau betapa dahsyatnya letusan Krakatau. Salah satu bencana terhebat dalam beberapa abad terakhir. Mulai dari letusan, tsunami, dan awan debu yang menyebabkan kelaparan sampai benua Eropa.
Letusan katastrofik meremukkan hampir segenap pulau Krakatau menjadi abu dan mengambrukannya ke dasar laut seiring terbentuknya kaldera berkedalaman 250 meter dari permukaan laut, kecuali bagian kecil di sudut tenggaranya yang kini menjadi pulau Rakata. Letusan menyemburkan sedikitnya 20 kilometer kubik magma setara batuan dengan sekitar 40 % diantaranya disemburkan menjadi debu vulkanis hingga setinggi 40 km. Ambruknya tubuh gunung disertai hembusan debu dan gas dari dapur magmanya tak hanya menyebabkan terjadinya letusan vertikal yang membumbungkan debu vulkanis hingga sangat tinggi. Namun juga terjadi letusan horizontal (lateral), dimana debu vulkanis dan gas bersuhu sangat tinggi ditembakkan sebagai awan panas, yang melaju dengan kecepatan tinggi secara mendatar khususnya ke utara. Ketimbang (kini Katibung, kaki Gunung Rajabasa, Lampung) menjadi saksi betapa awan panas produk letusan horizontal Krakatau menderu hingga tiba di sini, setelah meluncur sejauh 40 km menyeberangi Selat Sunda. Sekitar 1.000 orang tewas terpanggang di sini. Namun lebih banyak lagi yang terbantai tsunami. Angka resmi yang dilansir pemerintah kolonial Hindia Belanda menyatakan letusan Krakatau menelan korban jiwa hingga 36.417 orang. Namun jumlah sesungguhnya diperkirakan lebih besar dari itu, bahkan ada dugaan korban jiwa letusan menyentuh angka 120.000 orang.



BONILLA

Dua minggu sebelum puncak letusan Krakatau, tepatnya pada Senin 12 Agustus 1883, Jose Bonilla (1853-1920) sedang melaksanakan tugas rutin hariannya di Observatorium negara Bagian Zacatecas (Meksiko) saat mata tajamnya menangkap sesuatu yang tak biasa. Sejak pukul 08:00 lokal mendadak terjadi antara benda langit tak dikenal dengan Matahari. Saat itu di latar depan cakram Matahari melintas sejumlah bintik hitam kecil dengan masing-masing bintik bergerak cukup cepat sehingga hanya melintas selama 1/3 hingga 1 detik. Dan masing-masing bintik terlihat berselimut kabut abu-abu yang asimetrik, karena lebih menonjol di satu sisinya. Bila latar belakangnya adalah cakram Matahari, bintik-bintik tersebut nampak gelap. Namun jika latar belakangnya adalah area gelap (selepas dari latar depan Matahari), maka bintik-bintik itu nampak bersinar terang. Secara akumulatif Bonilla mencatat 447 bintik hitam melintas di hari itu dengan jumlah rata-rata 131 bintik perjam. Beberapa diantaranya berhasil diabadikan dalam pelat fotografis, teknologi yang tergolong baru untuk masa itu, dengan bukaan rana 1/100 detik. Berselang 2,5 tahun kemudian tepatnya pada 1 Januari 1886, Bonilla menuliskan hasil pengamatannya pada majalah L'Astronomie, dimana bintik-bintik hitam misterius itu terakhir kali teramati pada 13 Agustus 1883 pukul 09:00 lokal.

Namun, 128 tahun kemudian muncul penjelasan berbeda yang sama sekali baru. Dengan mengacu dinamika yang terjadi pada komet khususnya tatkala menjalani tahap fragmentasi seperti yang misalnya dialami komet Schwassmann-Wachmann 3, maka bintik-bintik hitam tersebut kemungkinan besar merupakan komet besar yang terfargmentasi (terpecah-belah) menjadi ribuan keping akibat gaya eksternal. Tidak berlebihan jika bintik-bintik hitam tersebut dinamakan sebagai komet Bonilla, sesuai dengan tata nama yang berlaku.



Fragmentasi

Keping-keping komet Bonilla merupakan produk fragmentasi massif pada komet induknya, hal yang umum terjadi sebagai akibat rapuhnya struktur inti komet dan adanya gaya eksternal yang mampu melebihi gaya ikat nan rapuh di antara molekul-molekul penyusun inti komet. Gaya eksternal itu berupa gravitasi Matahari/planet (khususnya jika komet memasuki orbit Rochhe-nya) dan tekanan angin/badai Matahari. Dalam 150 tahun terakhir kita telah mengamati lebih dari 40 buah komet yang terfragmentasi dengan beragam tingkat keparahan. Yang paling fenomenal adalah peristiwa fragmentasi komet Elenin akibat hantaman badai Matahari 20 Agustus 2011 hingga membuat komet yang sempat didesas-desuskan sebagai "komet kiamat" itu remuk seremuk-remuknya.

Tiap keping komet Bonilla memiliki panjang 68 hingga 1.022 meter, lebar 46 hingga 795 meter dan estimasi massa antara 0,56 hingga 2.500 juta ton, yang membuat tiap keping berukuran nyaris sama dengan sebongkah bukit. Jika albedonya 0,08 maka tiap keping komet Bonilla memiliki magnitudo absolut sebesar 17 hingga 23. Saat tepat hendak mengalami transit dengan Matahari, tiap keping komet itu memiliki magnitudo semu antara +3,6 hingga +9,7 (dengan asumsi sudut fase 165 derajat). Meski mata manusia mampu mendeteksi benda-benda langit redup dengan batas maksimum magnitudo semu +6, namun dengan benderangnya bagian langit di sekitar Matahari (tempat dimana keping-keping komet Bonilla berada) membuat tak satupun dari keping-keping komet yang bisa dideteksi sebelumnya meski lewat teleskop. Hanya transit dengan Matahari-lah yang membuat keping-keping komet terdeteksi.

Dengan jumlah rata-rata 131 keping komet per jamnya yang terdeteksi dan transit berlangsung selama 25 jam penuh, maka ada sedikitnya 3.275 buah keping komet Bonilla yang melintas. Jika massa debu produk fragmentasi tak diperhitungkan, maka keping-keping itu berasal dari sebuah komet induk yang memiliki massa 1,8 hingga 8.200 milyar ton dengan perkiraan diameter 1,5 hingga 25 km (asumsi berbentuk bola sempurna) dan magnitudo absolut 11 hingga 17.



Ikuti UNIK ASIIK di Facebook dan Twitternya disini
http://darmawanku.files.wordpress.com/2009/07/twitter-logo.png?w=121&h=35


Artikel Terkait: